Pertandingan final Liga Champions antara Bayern
Muenchen melawan Chelsea di Allianz Arena, Minggu (20/05/2012) dini hari
WIB, menambah daftar drama dalam sepak bola.
Beberapa menit lagi Bayern Muenchen siap-siap merayakan kemenangan
ketika Chelsea mendapatkan satu-satunya tendangan sudut di menit ke-89.
Ketika itu, skor sementara 1-0 untuk Bayern berkat gol Thomas Mueller.
Tendangan pojok itu dimanfaatkan dengan baik oleh kepala Didier Drogba dan
gol. Neuer tidak berdaya menghalau bola. Seisi stadion, yang dipenuhi
pendukung tuan rumah, terdiam, sementara pendukung Chelsea bersorak
kegirangan.
Perpanjangan waktu tidak bisa dihindari. Bayern, yang diunggulkan
merebut gelar Liga Champions, mendapatkan hadiah tendangan penalti
setelah Drogba menendang kaki Ribery yang sedang menggiring bola.
Arjen Roben, pemain berpengalaman, mengambil tendangan penalti. Penonton siap-siap bersorak tapi apa yang terjadi: Kiper Chelsea mampu menangkap bola.
Di babak adu penalti, Neuer yang menggagalkan tendangan penalti
Cristiano Ronaldo dan Kaka untuk menghancurkan Real Madrid di babak
semifinal, begitu percaya diri setelah mampu menghalau tendangan penalti
Juan Mata.
Dan, malapetaka itu datang. Sweisteiger gagal mengeksekusi penalti
terakhir, sementara Drogba dengan tenang mampu menyelesaikan tugasnya.
Chelsea untuk pertama kalinya sepanjang sejarah klub London itu mampu merebut trofi Liga Champions.
Gelar itu diraih justru di bawah asuhan Roberto Di Matteo, yang berstatus pelatih sementara.
Sepak bola, kenapa ia menarik, karena selalu menghadirkan drama.
Contoh lainnya adalah pada perebutan gelar Liga Inggris musim ini.
Bila tanpa injury time lima menit, juara Liga Inggris adalah Manchester United, bukan Manchester City.
Tertinggal 1-2 dari tim lemah yang terancam degradasi, QPR,
Manchester City mampu membalikan keadaan dan meraih gelar Liga Inggris
setelah 44 tahun.
City mampu mencetak dua gol kemenangan pada tiga menit terakhir masa injury time.
Sepak bola memang kerap melahirkan sebuah drama. Ibarat tontonan
telenovela, pendukung tim yang bertarung di lapangan dapat menangis
berlinang air mata, dapat pula mereka tertawa riang gembira. Momen-momen
seperti itu tidak bisa lepas dari kegigihan 22 manusia yang bertarung
dalam lapangan bola. Tak ada kata menyerah, apalagi lelah di benak
mereka.
Jutaan pasang mata publik pencinta sepak bola dunia tidak akan pernah lupa, salah satu comebackpaling
dramatis di Eropa dalam final Liga Champions 2005 yang menghadirkan AC
Milan lawan Liverpool. Aura positif ribuan Milanisti karena timnya
unggul 3-0 di babak pertama, harus berubah tatapan kecewa karena pada
akhirnya harus pulang dengan tangan hampa setelah Liverpool mampu
menyamakan kedudukan menjadi 3-3, dan menang lewat adu penalti.
Lebih dramatis lagi, ketika duo "Super Sub" Manchester United, Teddy
Sheringham dan Ole Gunnar Solksjaer, mengubah rencana pesta Bayern
Muenchen menjadi duka di final Liga Champions 1999. Tak
tanggung-tanggung, "Setan Merah" hanya membutuhkan 2 menit di masa injury time, untuk menghancurkan harapan Muenchen yang sebelumnya sudah unggul 1-0 di waktu normal 2 x 45 menit.
Di kancah negara, drama itu pun masih menjadi tontonan menarik yang
sering kali membuat bulu kuduk merinding. Menyambut Piala Eropa yang
semakin mendekati hari H, tepatnya 8 Juni 2012, situs resmi UEFA merilis delapan comeback terbaik sepanjang sejarah Piala Eropa. Berikut comebackterbaik tersebut:
Semifinal 1960 (Perancis): Perancis 4-5 Yugoslavia
Ketika
itu Perancis diunggulkan karena bertindak sebagai tuan rumah. Apalagi
ketika itu "Les Bleus" dipimpin oleh bomber maut Just Fontaine (akhirnya
menjadi top scorer dengan 5 gol). Namun, hal itu tidak membuat
nyali pemain Yugoslavia menciut. Dalam partai itu, sembilan gol
tercipta. Meski sempat unggul 2-1 di paruh pertama, Yugoslavia
memberikan perlawanan di babak kedua.
Perancis gantian unggul 4-2 setelah Heutte menceploskan gol pada
menit ke-63. Namun, petaka datang pada 15 menit terakhir. Gol yang
dicetak Knez dan Jerkovic (2 gol) membuyarkan Perancis menjadi juara di
tanahnya sendiri.
Semifinal 1976 (Yugoslavia): Yugoslavia 2-4 Jerman Barat.
Ketika
itu pendukung tuan rumah di Crvena Zvezda Stadium, Belgrade, sepertinya
sudah yakin negaranya mampu mencapai partai puncak. Bagaimana tidak,
hingga dua menit terakhir, Yugoslavia masih unggul 2-1. Namun, petaka
datang ketika Dieter Müller yang baru masuk di babak kedua menyamakan
kedudukan pada menit ke-88.
Laga kemudian harus dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.
Lagi-lagi, sukacita penonton berubah menjadi duka. Muller menjadi
pahlawan ketika dua golnya pada menit ke-115 dan 119 mampu meloloskan
Jerman ke partai puncak.
Semifinal 1984 (Perancis) : Perancis 3-2 Portugal
Unggul
semenjak menit ke-24 berkat gol Jean-Francois Domergue, Perancis harus
rela diimbangi pada menit ke-75. Skor itu pun bertahan hingga 90 menit
berakhir. Di babak tambahan, pendukung Portugal bersorak setelah Jordao
membuat gol keduanya sekaligus membawa "A Seleccao" unggul 2-1.
Namun, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Pada menit ke-114,
Domergue kembali mencetak golnya untuk mengubah angka di papan skor
menjadi 2-2. Ketika sepertinya laga akan dilanjutkan ke adu penalti,
Michel Platini menjadi pahlawan Perancis karena mencetak gol satu menit
menjelang akhir babak tambahan pada menit ke-119.
Penyisihan Grup 2000 (Belanda-Belgia): Yugoslavia 3-3 Slovenia.
Bermain
di partai pertama grup C, Yugoslavia akan melawan Slovenia. Beberepa
orang memprediksi Yugoslavia akan mampu menang mudah dalam pertandingan
ini. Akan tetapi, Slovenia tampil mengejutkan karena mampu unggul 3-0
lebih dulu. Untung saja, Milosevic dan kawan-kawan tampil sigap. Tiga
gol yang dicetak Milosevic (menit ke-67, 73) dan Ljubinko Drulovi (70)
akhirnya menyelamatkan muka Yugoslavia dari kekalahan.
Penyisihan Grup 2000 (Belanda-Belgia): Portugal 3-2 Inggris
Pendukung
Inggris sepertinya sudah yakin lolos ke putaran final setelah Paul
Scholes dan Steve McManaman mampu membuat negaranya unggul 2-0 hanya
pada kurun waktu 18 menit. Namun, Portugal mampu bangkit ketika Luis
Figo mencetak gol pada menit ke-22, disusul gol Juan Pinto (37) dan Nuno
Gomez (59). Tiga gol itu memupuskan harapan Inggris karena berada di
posisi tiga klasemen akhir Grup A.
Penyisihan Grup 2000 (Belanda-Belgia): Yugoslavia 3-4 Spanyol
Pertandingan
terakhir Grup C. Spanyol wajib menang atas Yugolavia jika tidak ingin
tersingkir dengan cepat dari putaran final. Yugoslavia unggul lebih dulu
berkat gol Milosevic pada menit ke-30. Tak berselang lama, Alfonso
menyamakan kedudukan pada delapan menit kemudian.
Namun, Govedarica kembali membuat Yugoslavia unggul 2-1. Setelah itu,
giliran Munitis yang menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Suasana semakin
tegang setelah Komljenovic kembali membuat pendukung Yugoslavia
bergembira setelah mencetak gol pada menit ke-75. Yugoslavia lolos?
Tidak. Gol dari Alfonso (menit ke-94/penalti) dan Mendieta (96) di masa injury time akhirnya membawa Spanyol menang 4-3 dan lolos ke babak selanjutnya.
Penyisihan Grup 2004 (Portugal): Belanda 2-3 Republik Ceko
Belanda
yang menjadi unggulan juara dalam turnamen kali ini sempat unggul 2-0
lebih dulu berkat gol Bouma (menit ke-4) dan Ruud van Nistelrooy (19).
Namun, gol Jan Koller di pertengahan babak pertama menjadi mimpi buruk
Belanda. Kartu merah John Heitinga di babak kedua membuat semangat Ceko
melecut. Walhasil, sudah bisa ditebak, Ceko mampu membalikkan keadaan
menjadi 3-2 setelah Milan Baros dan Vladimír Smicer dua kali membobol
gawang Edwin Van Der Sar.
Penyisihan Grup 2008 (Austria-Swiss): Turki 3-2 Ceko Republik
Kedua
tim membutuhkan kemenangan agar dapat lolos ke babak 16 besar. Hingga
menit ke-74, Ceko unggul 2-0 berkat gol Jan Koller dan Jaroslav Plasil.
Suasana tegang pun menghampiri ribuan pendukung Turki di stadion Stade
de Genève. Secercah harapan muncul setelah Arda Turan memperkecil
kedudukan menjadi 1-2 pada menit ke-75. Setelah itu, apa yang terjadi?
Turki hanya butuh waktu dua menit di akhir pertandingan untuk
membalikkan keadaan menjadi menang 3-2 berkat dua gol Nihat Kahveci
(menit ke-88, 89).(KOMPAS.com/TRIBUNnews.com)
No comments:
Post a Comment