Jalanan berkelok menanjak dengan pemandangan perkebunan teh menjadi teman perjalanan SP sejauh lebih dari 60 km ke arah Selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pertengahan tahun lalu.
Rasa penasaran dan keingintahuan mengalahkan suasana sepi dan tak tentu arah. Di daerah sejuk itu, terdapat sebuah gunung yang menjadi situs purbakala saat ini.
Situs bernama Gunung Padang ini, diduga berumur sekitar 4.700 hingga 10.900 tahun sebelum Masehi. Jika dugaan ini benar, maka lebih tua dibanding Piramida di Giza Mesir yang berumur sekitar 2400 hingga 2200 sebelum Masehi.
Lebih jauh dari itu, dengan luas di puncak sekitar 4.000 meter di atas ketinggian sekitar 150 meter dari kaki, luas situs jika ditotal secara keseluruhan sekitar 25 hektare. Jika dugaan para peneliti bahwa Gunung Padang merupakan sebuah bangunan terbukti, maka situs megalitik ini jauh lebih besar berkali lipat dibanding Candi Borobudur yang memiliki luas 15.129 meter persegi atau sekitar 1,5 hektare.
Hampir dua jam sejak masuk sebuah jalan kecil yang di depannya terpampang papan sederhana bertuliskan "Situs Megalitikum Gunung Padang", namun gunung yang berarti gunung terang benderang belum juga menampakan cahayanya. Beberapa kali kami harus berbalik memutar karena salah arah. Setelah melewati jalanan rusak, beberapa pertambangan emas dan batuan tradisional, tibalah kami di Kampung Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gunung Padang mulai terlihat memesona. Gerbang bertuliskan dengan ukiran seperti di Film kartun "Flinstone" menyambut kami. Dengan pos yang dibangun bebatuan, suasana di bawah kaki gunung pun dibuat seperti bayangan zaman megalitikum. Terlihat hanya ada beberapa bangunan rumah yang ada di bawah kaki gunung yang lebih tepat disebut bukit ini.
Untuk dapat masuk situs ini, setiap pengunjung dikenakan biaya Rp 2.000, dan membayar seikhlasnya jika ingin ditemani seorang pemandu yang sebagian besar merupakan masyarakat sekitar.
Dadi (50), salah seorang pemandu yang bekerja di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, menuturkan untuk naik ke pucuk gunung, terdapat dua pilihan.
"Kalau mau langsung ke atas sekitar 180 meter dengan 468 anak tangga, atau dengan yang agak memutar sekitar 250 meter dengan 709 anak tangga. Kalau lewat sini agak landai," kata pria yang akrab disapa Abah Dadi ini.
Ratusan anak tangga ini disusun dari bebatuan endesit. Bebatuan ini seolah sengaja disusun dengan posisi melintang sebagai tangga dari kaki bukit sampai pintu masuk situs.
Sebelum menapaki ratusan anak tangga, Dadi menunjukan sebuah mata air kecil. Disebut sebagai Sumur Kehidupan, mata air ini menurutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di atas pucuk.
"Sumur ini sudah ada sejak situs ini pertama kali ditemukan pada 1914 oleh seorang Belanda bernama N.J Krom," ungkapnya.
Rasa penasaran dan keingintahuan mengalahkan suasana sepi dan tak tentu arah. Di daerah sejuk itu, terdapat sebuah gunung yang menjadi situs purbakala saat ini.
Situs bernama Gunung Padang ini, diduga berumur sekitar 4.700 hingga 10.900 tahun sebelum Masehi. Jika dugaan ini benar, maka lebih tua dibanding Piramida di Giza Mesir yang berumur sekitar 2400 hingga 2200 sebelum Masehi.
Lebih jauh dari itu, dengan luas di puncak sekitar 4.000 meter di atas ketinggian sekitar 150 meter dari kaki, luas situs jika ditotal secara keseluruhan sekitar 25 hektare. Jika dugaan para peneliti bahwa Gunung Padang merupakan sebuah bangunan terbukti, maka situs megalitik ini jauh lebih besar berkali lipat dibanding Candi Borobudur yang memiliki luas 15.129 meter persegi atau sekitar 1,5 hektare.
Hampir dua jam sejak masuk sebuah jalan kecil yang di depannya terpampang papan sederhana bertuliskan "Situs Megalitikum Gunung Padang", namun gunung yang berarti gunung terang benderang belum juga menampakan cahayanya. Beberapa kali kami harus berbalik memutar karena salah arah. Setelah melewati jalanan rusak, beberapa pertambangan emas dan batuan tradisional, tibalah kami di Kampung Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gunung Padang mulai terlihat memesona. Gerbang bertuliskan dengan ukiran seperti di Film kartun "Flinstone" menyambut kami. Dengan pos yang dibangun bebatuan, suasana di bawah kaki gunung pun dibuat seperti bayangan zaman megalitikum. Terlihat hanya ada beberapa bangunan rumah yang ada di bawah kaki gunung yang lebih tepat disebut bukit ini.
Untuk dapat masuk situs ini, setiap pengunjung dikenakan biaya Rp 2.000, dan membayar seikhlasnya jika ingin ditemani seorang pemandu yang sebagian besar merupakan masyarakat sekitar.
Dadi (50), salah seorang pemandu yang bekerja di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, menuturkan untuk naik ke pucuk gunung, terdapat dua pilihan.
"Kalau mau langsung ke atas sekitar 180 meter dengan 468 anak tangga, atau dengan yang agak memutar sekitar 250 meter dengan 709 anak tangga. Kalau lewat sini agak landai," kata pria yang akrab disapa Abah Dadi ini.
Ratusan anak tangga ini disusun dari bebatuan endesit. Bebatuan ini seolah sengaja disusun dengan posisi melintang sebagai tangga dari kaki bukit sampai pintu masuk situs.
Sebelum menapaki ratusan anak tangga, Dadi menunjukan sebuah mata air kecil. Disebut sebagai Sumur Kehidupan, mata air ini menurutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di atas pucuk.
"Sumur ini sudah ada sejak situs ini pertama kali ditemukan pada 1914 oleh seorang Belanda bernama N.J Krom," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment